Mitos dan Fakta tentang Kesehatan Mata Kita
Mitos:
Konsumsi wortel setiap hari akan membuat mata sehat, pandangan jernih, dan
mencegah rabun jauh.
Fakta: Wortel mengandung karoten yang bermanfaat untuk kesehatan mata. Tapi sumber karoten tidak hanya wortel. Buah lain seperti pepaya dan mangga juga mengandung karoten yang tinggi, bahkan buah merah dari Papua yang sedang tren saat ini telah diteliti mengandung karoten yang jauh lebih tinggi dari buah-buah lainnya. Jadi, meski wortel bermanfaat untuk kesehatan mata, tidak perlu mengonsumsinya setiap hari. Sumber karoten bisa diselang-seling dengan buah-buah lainnya dalam jumlah secukupnya.
Fakta: Wortel mengandung karoten yang bermanfaat untuk kesehatan mata. Tapi sumber karoten tidak hanya wortel. Buah lain seperti pepaya dan mangga juga mengandung karoten yang tinggi, bahkan buah merah dari Papua yang sedang tren saat ini telah diteliti mengandung karoten yang jauh lebih tinggi dari buah-buah lainnya. Jadi, meski wortel bermanfaat untuk kesehatan mata, tidak perlu mengonsumsinya setiap hari. Sumber karoten bisa diselang-seling dengan buah-buah lainnya dalam jumlah secukupnya.
Orang pun menganggap sayuran yang mengandung vitamin A ini berperan besar dalam fungsi penglihatan manusia. Tapi sebenarnya vitamin A yang ada dalam wortel lebih banyak berperan pada metabolisme sel-sel saraf yang ada di retina. Jadi, banyak makan wortel pun tak dapat mencegah bertambahnya/mengurangi jumlah minus/plus/ silinder lensa kacamata anak. Maksudnya, kalau pangkal kesalahan terjadi pada sistem optik tentu vitamin A tidak bisa memperbaiki keadaan tersebut. Sama dengan kamera yang lensanya sudah tidak fokus. Film dengan merek apa pun yang dipakai tetap akan menghasilkan gambar buram.
Fakta: Mitos ini tidak benar. Seseorang yang sudah punya kecenderungan rabun jauh, misalnya dalam keluarga hampir semua menderita rabun jauh, meski tidak pernah membaca sambil tiduran, tetap saja berpotensi terkena rabun jauh. Yang menjadi masalah dalam aktivitas ini adalah apabila jarak baca terlalu dekat. Seperti diketahui membaca sambil tidur biasanya membuat jarak buku dengan mata makin lama makin dekat sehingga mata dipaksa untuk terus fokus dalam jarak yang tidak ideal. Tidak hanya sambil tiduran, membaca sambil duduk atau berdiri sekalipun kalau jaraknya kurang dari 12 inci (sekitar 30 cm) membuat mata cepat lelah sehingga dalam jangka panjang bisa menyebabkan gangguan rabun jauh.
Mitos: Membaca dengan cahaya remang-remang menyebabkan rabun jauh.
Fakta: Membaca dalam ruang yang penerangannya kurang membuat mata cepat lelah. Seperti laiknya melihat dalam gelap, mata harus berakomodasi maksimal supaya obyek dapat terlihat. Saat membaca sebaiknya penerangan dalam ruangan tersebut cukup, lebih baik lagi kalau cahaya datang dari arah belakang anak. Tak hanya remang-remang, cahaya yang berlebihan pun sama tak layaknya untuk kesehatan mata.
Fakta: Seperti otot-otot lainnya, otot mata pun butuh relaksasi. Sebagai gambaran, seseorang yang duduk terlalu lama pinggangnya akan terasa pegal-pegal. Demikian halnya dengan mata. Kalau mata digunakan untuk melihat satu fokus yang sama dalam waktu lama, misalnya membaca buku yang tebal, akan terasa sangat lelah. Untuk itu disarankan melihat titik terjauh sebagai relaksasi otot mata. Tidak harus melihat laut/pemandangan hijau, yang penting melihat titik terjauh. Dan yang harus diingat, kegiatan ini bukan untuk menyembuhkan rabun jauh melainkan sekadar sebagai relaksasi otot mata.
Mitos: Kacamata harus dipakai terus-menerus supaya minus mata tidak bertambah.
Fakta: Mitos
ini sama sekali tidak benar. Seorang dengan gangguan rabun jauh akan kesulitan
melihat tanpa kacamata. Itulah sebabnya kacamata harus dipakai. Tapi tentu saja
tidak di setiap kesempatan kacamata harus dipakai terus. Bertambahnya minus
disebabkan jarak retina ke lensa makin panjang seiring bertambahnya usia dan
bukan karena dipakai/tidaknya kacamata.
Ada juga anggapan kacamata jangan
terus-terusan dipakai karena malah akan menambah minus. Ini juga tak masuk
logika. Sama dengan anggapan kalau kacamata harus selalu dipakai agar kelainan
refraksi tak tambah parah. Perkembangan ukuran bola mata sama seperti
perkembangan tubuh manusia. Ukuran bola mata bayi akan lebih kecil ketimbang
ukuran bola mata orang dewasa. Hal ini berarti dari masa bayi hingga masa
dewasa sebetulnya terjadi perkembangan pada ukuran/dimensi bola mata. Pada 2
tahun pertama yang sangat berkembang adalah sistem optik di bagian depan mata
(segmen depan), yaitu sebesar 60 %. Setelah usia 2 tahun segmen depan masih
berkembang tapi sudah tidak begitu pesat.
Segmen belakang akan tumbuh pesat saat usia anak berkisar 4 sampai 15 tahun yang kemudian menjadi lambat perkembangannya dan berhenti di sekitar usia 18 tahun. Artinya, bagian belakang bola mata di mana retina berada makin lama makin panjang sesuai dengan pertambahan usia. Jadi kalau pada usia 6 tahun mata anak sudah mencapai minus dua, itu karena jarak retina ke lensa makin panjang sehingga minusnya pun akan bertambah besar. Dengan kata lain, penambahan minus pada usia pertumbuhan bisa dikatakan alamiah.
Segmen belakang akan tumbuh pesat saat usia anak berkisar 4 sampai 15 tahun yang kemudian menjadi lambat perkembangannya dan berhenti di sekitar usia 18 tahun. Artinya, bagian belakang bola mata di mana retina berada makin lama makin panjang sesuai dengan pertambahan usia. Jadi kalau pada usia 6 tahun mata anak sudah mencapai minus dua, itu karena jarak retina ke lensa makin panjang sehingga minusnya pun akan bertambah besar. Dengan kata lain, penambahan minus pada usia pertumbuhan bisa dikatakan alamiah.
Inilah
penjelasan Dr Ricky Roroh, SpM dari Klinik Mata Nusantara.
sumber artikel : http://www.blogceria.com/kesehatan/fakta-dan-mitos-seputar-kesehatan-mata-p.html
Artikel lainnya dapat dibaca disini
0 Response to "Mitos dan Fakta tentang Kesehatan Mata Kita"
Post a Comment
Komentari dengan meninggalkan LINK akan dihapus!